Anti Radiasi


Ilmuwan telah membuktikan bahwa listrik telah menguasai kehidupan kita sehingga bisa menyebabkan radiasi elektromagnetik berasal dari benda-benda yang memakai listrik seperti TV, komputer, DVD player, kulkas, AC, setrika, charger HP, microwave. 

Jika tidak ingin radiasi ini membahayakan kita, menurut para ilmuwan kita harus menaruh dahi kita ke lantai atau tanah lebih dari sekali dalam sehari. Ka
rena bumi memiliki kemampuan untuk menyerap radiasi tersebut. Hal ini sudah dibuktikan juga oleh para ilmuwan bahwa akan lebih efektif kalau dahi kita menyentuh tanah atau lantai.

Nah umat Islam sendiri ternyata dahinya akan selalu menyentuh lantai sebanyak 34 kali dalam sehari ketika posisi sujud dalam sholat lima waktu. Belum lagi kalau melaksanakan sholat sunnah, jumlah sujud dalam sehari pun tentunya lebih dari 34 kali.

Allahu Akbar, inilah satu keajaiban rahasia gerakan shalat. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita bersyukur atas karunia yang Allah berikan kepada kita dan sudah seharusnya kita selalu melaksanakan shalat lima waktu tanpa ada yang tertinggal atau menunda-nundanya. Wallahu'alam

Makna Ijab Qabul



Nikah Arti dari Ijab Qobul :
"Aku terima nikah dan kawinnya si dia binti ayah si dia dengan mas kawinnya...."
Singkat, padat dan jelas. Tapi tahukah makna "perjanjian/ikrar'' tersebut ?

"Maka aku tanggung dosa-dosanya si dia dari ayah dan ibunya, dosa apa saja yg telah dia lakukan, dari tidak menutup aurat hingga ia meninggalkan sholat. Semua yang berhubungan dengan si dia, aku tanggung dan bukan lagi orang tuanya yang menanggung, serta akan aku tanggung semua dosa calon anak2ku".

Jika aku GAGAL?
"Maka aku adalah suami yang fasik, ingkar dan aku rela masuk neraka, aku rela malaikat menyiksaku hingga hancur tubuhku".
(HR. Muslim)

Duhai para istri,
Begitu beratnya pengorbanan suamimu terhadapmu, karena saat Ijab terucap, Arsy-Nya berguncang karena beratnya perjanjian yang di buat olehnya di depan Allah, dengan di saksikan para malaikat dan manusia, maka andai saja kau menghisap darah dari hidung suamimu, maka itupun belum cukup untuk menebus semua pengorbanan suami terhadapmu.

Semoga jadi pengalaman bagi yang sudah menikah ataupun yg belum menikah

Kehilangan Orang Tua


Jika org tua sudah tak ada, dua-duanya sudah tak bisa memberimu doa yg makbul, akankah ampunan, penundaan murka masih berlaku dengan tingkah laku langkah kita di dunia ini. Jangan menunggu itu terjadi, perbaiki & muliakan mereka semampu kita masih punya rizki, karena kita sendiri ialah rizki bagi mereka.

RENUNGAN: Rasanya baru kita bisa merasakan kesendirian yang dirasakan rasulullah. Setidaknya sama-sama tak memiliki ayah dan ibu, sementara perjuangan yang di amanahkan di atas pundaknya benar harus tegak di langit dan bumi.

Berbagai kehilangan, kesedihan, ujian dalam hidup beliau pernah dapatkan.... Namun keteguhan dirinya mampu mengalahkan tangisan seberapapun sedihnya. Allah.... Allah.. Allah. Engkau bersamaku Ya Allah, Hanya Kepada Engkaulah aku kembali, dan mereka berada di sisi-Mu untuk aku bertemu mereka kembali, rasanya hidup ini akan menjadi semakin singkat untuk aku lewati.

Engkau lebih kuasa membahagiakan mereka, Engkaulah pemilik segala-galanya, ketiadaan mereka bukanlah sebuah perampasan, namun penundaan kebahagiaan yg lebih abadi bagiku dan mereka, agar aku fokus mencintai pd jalan ini, pd perjuangan ini, untuk slalu berusaha teguh dengan-Mu.

Agar aku selalu kembali pada-Mu ketika aku merasa rindu pd mereka. Agar aku slalu berbicara mengingat-Mu ketika aku merasa sendiri tanpa ada mereka yang selalu mengingatkanku.

Aku berakhir pada-Mu, dalam kesendirian tanpa raga, ruh yg abadi menghadap pd Dzat yang abadi, yang awal dan yang akhir, sampailah aku pada ketinggian rasa.

Pada titik langit yang aku harapkan jiwa ini sampai kehadhirat-Mu saja, semua yang aku cintai menuju pada-Mu Illahi, semua hal menjadi langkah yang ringan.. hanyalah "sesuatu" yg aku lewati.. aku lewati.. dalam ruang dan waktu yg hampa... semakin dekat... semakin terang.. semakin aku tinggalkan ruang gelap dalam hidup ini.. dalam perjalanan bersama bumi menuju angkasa tanpa batas dlm penglihatanku namun sedang menuju pada satu titik cahaya.. menuju-Mu.. Tuhanku.. di ujung sana Engkau berada pada kalimat-kalimat keagungan "La Haula Wala Quwwata Illa Billah"

Aku Tidak Lebih Dulu ke Syurga

Padang Mahsyar

(Baca dan Renungkan)
Bismillahirrahmanirrahiim

Aku tidak tahu dimana berada. Meski sekian banyak manusia berada disekelilingku, namun aku tetap merasa sendiri dan ketakutan. Aku masih bertanya dan terus bertanya, tempat apa ini, dan buat apa semua manusia dikumpulkan. Mungkinkah, ah aku tidak mau mengira-ngira.

Rasa takutku makin menjadi-jadi, tatkala seseorang yang tidak pernah kukenal sebelumnya mendekati dan menjawab pertanyaan hatiku. “Inilah yang disebut Padang Mahsyar,” suaranya begitu menggetarkan jiwaku. “Bagaimana ia bisa tahu pertanyaanku,” batinku. Aku menggigil, tubuhku terasa lemas, mataku tegang mencari perlindungan dari seseorang yang kukenal.

Kusaksikan langit menghitam, sesaat kemudian bersinar kemilauan. Bersamaan dengan itu, terdengar suara menggema. Aku baru sadar, inilah hari penentuan, hari dimana semua manusia akan menerima keputusan akan balasan dari amalnya selama hidup didunia. Hari ini pula akan ditentukan nasib manusia selanjutnya, surgakah yang akan dinikmati atau adzab neraka yang siap menanti.

Aku semakin takut. Namun ada debar dalam dadaku mengingat amal-amal baikku didunia. Mungkinkah aku tergolong orang-orang yang mendapat kasih-Nya atau jangan-jangan ………

Aku dan semua manusia lainnya masih menunggu keputusan dari Yang menguasai hari pembalasan. Tak lama kemudian, terdengar lagi suara menggema tadi yang mengatakan, bahwa sesaat lagi akan dibacakan daftar manusia-manusia yang akan menemani Rasulullah SAW di surga yang indah. Lagi-lagi dadaku berdebar, ada keyakinan bahwa namaku termasuk dalam daftar itu, mengingat banyaknya infaq yang aku sedekahkan. Terlebih lagi, sewaktu didunia aku dikenal sebagai juru dakwah. “Kalaulah banyak orang yang kudakwahi masuk surga, apalagi aku,” pikirku mantap.

Akhirnya, nama-nama itupun mulai disebutkan. Aku masih beranggapan bahwa namaku ada dalam deretan penghuni surga itu, mengingat ibadah-ibadah dan perbuatan-perbuatan baikku. Dalam daftar itu, nama Rasulullah Muhammad SAW sudah pasti tercantum pada urutan teratas, sesuai janji Allah melalui Jibril, bahwa tidak satupun jiwa yang masuk kedalam surga sebelum Muhammad masuk. Setelah itu tersebutlah para Assabiquunal Awwaluun. Kulihat Fatimah Az Zahra dengan senyum manisnya melangkah bahagia sebagai wanita pertama yang ke surga, diikuti para istri-istri dan keluarga rasul lainnya.

Para nabi dan rasul Allah lainnya pun masuk dalam daftar tersebut. Yasir dan Sumayyah berjalan tenang dengan predikat Syahid dan syahidah pertama dalam Islam. Juga para sahabat lainnya, satu persatu para pengikut terdahulu Rasul itu dengan bangga melangkah ke tempat dimana Allah akan membuka tabirnya. Yang aku tahu, salah satu kenikmatan yang akan diterima para penghuni surga adalah melihat wajah Allah. Kusaksikan para sahabat Muhajirin dan Anshor yang tengah bersyukur mendapatkan nikmat tiada terhingga sebagai balasan kesetiaan berjuang bersama Muhammad menegakkan risalah. Setelah itu tersebutlah para mukminin terdahulu dan para syuhada dalam berbagai perjuangan pembelaan agama Allah.

Sementara itu, dadaku berdegub keras menunggu giliran. Aku terperanjat begitu melihat rombongan anak-anak yatim dengan riang berlari untuk segera menikmati kesegaran telaga kautsar. Beberapa dari mereka tersenyum sambil melambaikan tangannya kepadaku. Sepertinya aku kenal mereka. Ya Allah, mereka anak-anak yatim sebelah rumahku yang tidak pernah kuperhatikan. Anak-anak yang selalu menangis kelaparan dimalam hari sementara sering kubuang sebagian makanan yang tak habis kumakan.

“Subhanallah, itu si Parmin tukang mie dekat kantorku,” aku terperangah melihatnya melenggang ke surga. Parmin, pemuda yang tidak pernah lulus SD itu pernah bercerita, bahwa sebagian besar hasil dagangnya ia kririmkan untuk ibu dan biaya sekolah empat adiknya. Parmin yang rajin sholat itu, rela berpuasa berhari-hari asal ibu dan adik-adiknya di kampung tidak kelaparan. Tiba-tiba, orang yang sejak tadi disampingku berkata lagi, “Parmin yang tukang mie itu lebih baik dimata Allah. Ia bekerja untuk kebahagiaan orang lain.” Sementara aku, semua hasil keringatku semata untuk keperluanku.

Lalu berturut-turut lewat didepan mataku, mbok Darmi penjual pecel yang kehadirannya selalu kutolak, pengemis yang setiap hari lewat depan rumah dan selalu mendapatkan kata “maaf” dari bibirku dibalik pagar tinggi rumahku. Orang disampingku berbicara lagi seolah menjawab setiap pertanyaanku meski tidak kulontarkan, “Mereka ihklas, tidak sakit hati serta tidak memendam kebencian meski kau tolak.”

Masya Allah murid-murid pengajian yang aku bina, mereka mendahuluiku ke surga. Setelah itu, berbondong-bondong jamaah masjid-masjid tempat biasa aku berceramah. “Mereka belajar kepadamu, lalu mereka amalkan. Sedangkan kau, terlalu banyak berbicara dan sedikit mendengarkan. Padahal, lebih banyak yang bisa dipelajari dengan mendengar dari pada berbicara,” jelasnya lagi.

Aku semakin penasaran dan terus menunggu giliranku dipanggil. Seiring dengan itu antrian manusia-manusia dengan wajah ceria, makin panjang. Tapi sejauh ini, belum juga namaku terpanggil. Aku mulai kesal, aku ingin segera bertemu Allah dan berkata, “Ya Allah, didunia aku banyak melakukan ibadah, aku bershodaqoh, banyak membantu orang lain, banyak berdakwah, izinkan aku ke surgaMu

Orang dengan wajah bersinar disampingku itu hendak berbicara lagi, aku ingin menolaknya. Tetapi, tanganku tak kuasa menahannya untuk berbicara. “Ibadahmu bukan untuk Allah, tapi semata untuk kepentinganmu mendapatkan surga Allah, shodaqohmu sebatas untuk memperjelas status sosial, dibalik bantuanmu tersimpan keinginan mendapatkan penghargaan, dan dakwah yang kau lakukan hanya berbekas untuk orang lain, tidak untukmu,” bergetar tubuhku mendengarnya.

Anak-anak yatim, Parmin, mbok Darmi, pengemis tua, murid-murid pengajian, jamaah masjid dan banyak lagi orang-orang yang sering kuanggap tidak lebih baik dariku, mereka lebih dulu ke surga Allah. Padahal, aku sering beranggapan, surga adalah balasan yang pantas untukku atas dakwah yang kulakukan, infaq yang kuberikan, ilmu yang kuajarkan dan perbuatan baik lainnya. Ternyata, aku tidak lebih tunduk dari pada mereka, tidak lebih ikhlas dalam beramal dari pada mereka, tidak lebih bersih hati dari pada mereka, sehingga aku tidak lebih dulu ke surga dari mereka.

Termasuk Manakah Anda ?

Jam dinding berdentang tiga kali. Aku tersentak bangun dan, astaghfirullah ternyata Allah telah menasihatiku lewat mimpi malam ini.

NB: Semoga bisa dijadikan ibrah dan renungan bagi kita semua. Dan dapat memperbaiki niat kita bahwa semua amalan yang kita kerjaka semata-mata karena cinta kita kepada Allah SWT.

Nasihat Kubur

Aku adalah tempat yang paling gelap diantara yang gelap, maka terangilah aku dengan TAHAJJUD


Aku adalah tempat yang paling sempit, maka luaskanlah aku dengan ber SILATURAHMI


Aku adalah tempat yang paling sepi, maka ramaikanlah aku dengan perbanyak baca AL-QUR'AN


Aku adalah tempatnya binatang-binatang yang menjijikkan, maka racunilah ia dengan amal SHADAQAH


Aku yang menjepitmu hingga hancur bilamana tidak shalat, maka bebaskan jepitan itu dengan SHALAT 


Aku adalah tempat untuk merendammu dengan cairan yang sangat amat sakit, maka bebaskan rendaman itu dengan PUASA


Aku adalah tempat Munkar dan Nakir bertanya, maka persiapkanlah jawabanmu dengan perbanyak mengucapkan kalimat LAA ILAAHA ILLALLAH

Perjuangan Siti Hajar

Lembah Bakkah (Mekah) dan Baitullah
jaman dahulu kala
Bila sedang berada di bulan Dzulhijjah, seluruh umat Islam pasti teringat dengan kisah Ibrahim, Ismail dan Siti Hajar. Ada yang teringat dengan kisah anjuran berkurban bagi yang mampu. Ada yang teringat akan kepatuhan dan ketaatan Ismail as. terhadap ayahnya, Ibrahim as. Ada yang teringat akan kisah perjuangan Siti Hajar dengan Ismail as. saat ditinggal Ibrahim as. di Mekah, yang saat mereka ditinggal masih dalam kondisi lembah yang gersang dan ditumbuhi rerumputan dan akasia.

Artikel ini akan mengajak pembaca melihat perjuang Siti Hajar. Tak lebih dan tak kurang. Perjuangan yang layak ditiru oleh para muslimah.

Di dalam buku "Misteri Ka’bah", buku terjemahan dari The Ka’bah yang diterbitkan penerbit Zaman, dicantumkan kisah perjuangan Siti Hajar. Saat pertama kali dibawa Ibrahim as. dari Kan’aan menuju lembah yang gersang, sungguh, Siti hajar penuh dengan ketakutan. Pasalnya, suku Amaliqah yang suka berkemah saja, setelah beberapa hari bermukim di sana, tak pernah lagi ingin mengunjungi lembah tersebut lantaran susah mendapatkan air dan makanan ternak.

Saat tiba di lembah tersebut tampak sekali kegelisahan, kebingungan, dan ketakutan Siti Hajar, dan Nabi Ibrahim as. sangat memahaminya. Dengan suara yang lembut nabi Ibrahim as. bertutur, "Janganlah takut Bunda Ismail. Saat ini kau berdiri di tanah Tuhan yang diberkati. Yakinlah kepada Allah." Setelah sehari semalam Ibrahim as. menemani Siti Hajar dan Ismail as., Ibrahim as. pun pamit ingin pulang ke negerinya, Kan’aan. Usai bersiap, ia memandangi wajah Siti Hajar lalu berkata, "Aku akan meninggalkan kamu beserta putramu dalam pengawasan Allah. Aku berharap bisa kembali lagi secepatnya ke sini, Insya Allah!"

Setelah terjadi dialog, dan akhirnya Siti Hajar memahami apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as. adalah perintah Allah, maka ia menerimanya dengan penuh keikhlasan dan keyakinan bahwa Allah tidak akan menelantarkannya. Dengan nada tegas Siti Hajar mengatakan saat Ibrahim as. ingin menaiki kendaraannya, "Jika memang begitu perintah-Nya, aku yakin Allah tidak akan menelantarkan kami."

Setelah kepergian Nabi Ibrahim as, Siti Hajar mulai merasuki kehidupan yang berbeda, yang hanya ditemani olah putranya Ismail as. Keesokan paginya, Siti Hajar terbangun karena tangis keras bayinya, Ismail as. Hajar pun mulai panik dan bingung karena bayinya sangat lapar dan dahaga. Ia mengambil kantong air, namun ternyata isinya sudah habis. Ia pun mulai mencari ke-sekeliling tempatnya bermukim. Dia pergi menuju bukit Shafa berharap ada sekelompok kafilah di sana, namun ternyata tidak ada.

Tiba-tiba dilihatnya kilauan air di lereng bukit Marwa, dikejarnya namun ternyata tidak ada. Ia melihat pula di bukit Shafa ada air, didatangi lembah bukit tersebut ternyata tidak ada juga air di sana. Ia berbolak balik antara Shafa dan Marwa hingga tujuh kali, meski sengatan matahari membakar wajahnya dan hamparan pasir membuat telapak kakinya berdarah-darah.

Padahal dahulu, masa kecil dan remajanya di Mesir ia dapat menikmati air yang jernih dan segar, matahari yang cerah dan angin bertiup lembut. Menikah dengan nabi Ibrahim as. di antara ladang dan kebun yang indah dihembus udara yang segar. Kini ia ditakdirkan mengalami derita kesendirian dan keterasingan. Ia dipaksa merasakan keganasan dan kegersangan hamparan sahara.

Di tengah harap dan putus asa, ia kembali menemui bayinya. Ketika dekat dengan anaknya, ia terkejut. Tadi Ismail as. menangis kenapa sekarang tenang? Ia tersentak kaget bercampur bahagia melihat air yang mengalir di bawah kaki bayinya. Air itu muncul bekas hentakan kaki bayinya saat menangis. Ia pun mencidukkan air tersebut dengan tangannya dan memberi minum bayinya. Ia pun tak henti-hentinya memuji Allah atas rahmat yang dianugerahkan kepadanya.

Belajar dari Siti Hajar

Dari kisah singkat mengenai apa yang dirasakan Siti Hajar, adalah layak untuk para muslimah untuk meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari. Hemat penulis, tiga perilaku Siti Hajar yang layak ditiru. Pertama, taat kepada Allah. Siti Hajar sangat taat kepada Allah. Ketika ia tahu diminta untuk tinggal di lembah yang sangat gersang, ia tidak protes.

Ia tahu bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Allah tidak akan menelantarkannya di daerah tersebut, meski suku Amaliqah ‘kapok’ tinggal di daerah tersebut. Pertanyaannya sekarang, sudahkah kita, wahai para muslimah, taat kepada Allah Swt? Bila kita sudah menikah, apakah kita sudah menjalankan tugas kita sebagai isteri yang baik, yang merupakan wujud ketaatan kita kepada Allah Swt? Bila belum menikah, sudahkah masa gadis kita ini digunakan untuk ibadah kepada Allah SWT?

Pertanyaan yang penulis ajukan bukanlah untuk menggurui, namun hanya untuk mengajak merenung bersama. Taatlah kepada suami apapun bentuknya, jika masih berada di batas Syar’i. Jangan pikirkan apa yang diperbuatnya terhadap kita, tapi pikirkanlah apa yang telah diberikan Allah dengan ditakdirkannya menikah dengan diri kita.

Untuk yang belum menikah, jangan pikirkan hal-hal buruk yang dialami, tapi pikirkan betapa Allah sangat sayang dengan diri kita hingga detik ini Allah menjaga kita dari laki-laki yang tak pantas untuk dijadikan pendamping hidup. Yakinlah Allah tak pernah menyia-nyiakan kehidupan kita di dunia ini. Yang penting, percayalah kepada Allah dan senantiasa taat kepadanya. Karena Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua hal yang tak ada sesuatu yang dapat melebihi keunggulan keduanya: beriman (percaya) kepada Allah dan memberi manfaat kepada kaum muslimin."

Kedua, sabar dalam berjuang. Lihatlah kehidupan Siti Hajar. Meski ia ditinggal suaminya, ia tetap berjuang untuk mencari makan dan minum anaknya. Meski hampir putus asa, namun ia tetap memiliki keyakinan bahwa Allah akan menolongnya. Inilah yang perlu ditiru. Meski suami sedang memiliki rezeki yang ‘seret’, janganlah berubah pandangan terhadapnya. Jangan pernah mencacinya.

Penderitaan yang mungkin kita alami belum ada apa-apanya dibandingkan penderitaan Siti Hajar. Karena itu, tetaplah mengasuh anak dengan baik seperti apa yang dilakukan Siti Hajar. Yakinkan diri bahwa Allah akan memberi rezeki. Allah tak akan membiarkan hambanya menderita.

Ketiga, tawakkal dan bersyukur setelah berusaha. Setelah taat kepada Allah dan sabar dalam berjuang, maka yang mesti dilakukan adalah tawakkal dan bersyukur. Lihatlah apa yang dilakukan Siti Hajar. Setelah ia lelah berbolak-balik dari Shafa ke Marwah tujuh kali, ia tawakkal kepada Allah. Ia pun mendekati anaknya dan yakin Allah akan menolongnya. Tawakkalnya berbuah manis. Ia melihat air di kaki anaknya, Ismail. Ia pun tak lupa bersyukur kepada Allah.


(Artikel: Mimbar Islam - Jumat, 04 Nov 2011 08:10 WIB, Muslimah, Belajarlah dari Siti Hajar Oleh : Siti Asiyah Nasution, S.Psi, M.Pd. Penulis adalah Dosen STKIP Tapsel dan Kepala Sekolah TK Lestari Batang Toru-Tapselhttp://www.analisadaily.com/news/read/2011/11/04/20275/muslimah_belajarlah_dari_siti_hajar/)
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sekalipun kita durhaka
kepada-Nya, tetap saja Dia memberi kita banyak kenikmatan. Namun Allah tidak
memberikan "iman" kepada hamba-hamba-Nya yang durhaka. Sudah seharusnya kita
merenungkan hal ini. Apakah kita akan menjual iman dengan harga yang murah,
padahal harga iman itu setara dengan surga.

Kita menjadi makhluk-Nya yang kufur setelah kita melalui kenikmatan itu tanpa
berterima kasih kepada-Nya. Jika kita berterima kasih kepada orang yang
memberikan bantuan kepada kita, sesungguhnya Allah-lah yang lebih berhak dan
lebih banyak kita haturkan terima kasih. Karena kenikmatan yang Dia berikan,
tiada terhitung jumlahnya. Mulai dari udara yang kita hirup, mata yang
berkedip, dan masih banyak lagi yg tak terhitung jumlahnya . Semua itu
kenikmatan yang tiada ternilai harganya. Jika Anda mengucapkan kata
"Alhamdulillah" ketika memperoleh kenikmatan, itu sudah cukup bagi Allah, tapi
jika dibandingkan nikmat pemberian-Nya, jauh sekali dari standar yang
semestinya.

Pada hakikatnya, rasa syukur kita bukan untuk Allah, melainkan untuk diri kita
sendiri. Kekuasaan Allah tidak akan bertambah dengan banyaknya orang yang
bersyukur dan tidak akan berkurang dengan banyaknya orang yang kufur. Begitupun
dengan perintah-perintah Allah yang harus kita jalankan dalam kehidupan ini,
semuanya adalah untuk diri kita sendiri. Bukankah jika kita bersyukur, Allah
akan menambahkan kenikmatan untuk kita? Dan bukankah jika kita kufur, azab-Nya
amatlah pedih?

Begitu tingginya maqam syukur, sehingga banyak ulama yang mengatakan bahwa
syukur adalah separoh dari iman. Mengapa? Karena syukur adalah pintu gerbang
untuk mengenal Allah dan mengenal diri kita sendiri. Ketika kita mengucapkan
"Alhamdulillah", sesungguhnya kita sedang mengatakan bahwa seluruh puji-pujian
hanyalah milik Allah – Tuhan semesta alam. Ketika kita memperlihatkan
kenikmatan yang diberikan-Nya, sesungguhnya kita sedang mengatakan – dengan
bahasa tubuh kita – bahwa semua itu berasal dari-Nya, bukan dari usaha kita
sendiri. Jika Allah menghendaki kehinaan pada diri seseorang, maka tak akan ada
orang yang sanggup membuatnya mulia. Kehinaan tetap melekat padanya seumur
hidupnya.

Semoga Kita Adakah Termasuk Hamba2 Allah Yg Bersyukur , Amin Ya Rabb Ya Rabbal Alamiiin

Kakek Jujur Yang Berbohong

Mengapa laki-laki jujur pun bisa berbohong? Sebenarnya semua itu demi kebaikan. Mari kita simak cerita dibawah ini :

Suatu hari ketika sedang menebang pohon, seorang kakek penebang kayu kehilangan kapak satu-satunya karena terjatuh kesungai. Dia menangis dan berdo’a, hingga mucul seorang Dewa dan bertanya :“Mengapa engkau menangis wahai orang tua?”. Sambil terisak kakek bercerita tentang kapak alat pencari nafkah satu-satunya telah terjatuh ke sungai.

Dewa menghilang seketika dan muncul kembali dengan membawa kapak emas sambil bertanya :“Apakah ini kapakmu?”. “Bukan Dewa”, jawab kakek itu. Lalu Dewa menghilang lagi dan muncul kembali dengan membawa kapak perak sambil bertanya :“Apakah ini kapakmu?”. “Bukan Dewa”, sahut kakek itu sambil menggelengkan kepala.

Setelah menghilang dalam sekejap, Dewa kembali lagi dengan membawa kapak yang jelek dengan gagang kayu dan mata besi. “Apakah ini kapakmu?”, Dewa bertanya. Lalu sang kakek menjawab :“Ya Dewa, benar ini kapak saya”. “Kamu orang jujur, oleh karenanya aku berikan ketiga kapak ini untukmu sebagai imbalan atas kejujuranmu”, kata Dewa. Lelaki tua itu pun pulang kerumah dengan rasa syukur dan gembira.

Beberapa hari kemudian ketika menyeberangi sungai, istrinya terjatuh dan hanyut ke sungai. Si kakek menangis dengan sedih dan berdo’a. Muncullah Dewa yang memberinya 3 kapak tempo hari. “Mengapa engkau menangis?”, tanya Dewa. Si kakek pun menjawab :“Istriku satu-satunya yang amat kucintai terjatuh dan hanyut kedalam sungai wahai Dewa”.

Lalu Dewa menghilang dan muncul kembali dengan membawa Luna Maya sambil bertanya :”Apakah ini istrimu?”. “Ya Dewa”, sang kakek menjawab. Dewa amat murka dan berkata :”Kamu bohong. Kemana perginya kejujuranmu?”. Dengan ketakutan sambil gemetaran kakek itu berkata :”Dewa, jika aku tadi menjawab BUKAN, Dewa akan kembali dengan membawa Cut Tari. Dan jika kujawab BUKAN lagi, Dewa akan kembali dengan membawa istri yang sebenarnya. Dan saya jawab BENAR, Dewa akan memberikan ketiganya untuk menjadi istri saya. Dewa, saya ini sudah tua. Tidak mungkin saya bisa seperti Ariel yang mampu melayani mereka bertiga sekaligus”.
1.  Berdo’a           : Membuat dirimu kuat.
2.  Murah Hati      : Membuat dirimu disayangi.
3.  Gembira          : Membuat dirimu sehat.
4.  Senyum           : Membuat dirimu manis.
5.  Ramah            : Membuat dirimu disukai.
6.  Sabar              : Membuat dirimu bijak.
7.  Lemah Lembut : Membuat dirimu dikagumi.
8.  Setia               : Membuat dirimu dicintai.
9.  Mengasihi        : Membuat dirimu mengerti arti kehidupan.

ARTI BERSAUDARA

Disebuah desa yang subur, hiduplah 2 lelaki bersaudara. Sang kakak telah berkeluarga dengan 2 orang anak, sedangkan si adik masih melajang. Mereka menggarap satu lahan berdua, dan ketika panen hasilnya mereka bagi sama rata.

Disuatu malam setelah panen, si adik duduk sendiri dan berfikir, “pembagian ini sungguh tidak adil, seharusnya kakakku lah yang mendapat bagian lebih banyak karena dia hidup dengan istri dan kedua anaknya”. Maka suatu malam yang sunyi itu diam-diam dia menggotong satu karung padi miliknya dan meletakkannya dilumbung padi milik kakaknya.

Ditempat yang lain, sang kakak juga sedang berfikir, “pembagian ini adil jika adikku mendapat bagian yang lebih banyak, karena ia hidup sendiri. Jika terjadi apa-apa dengannya tak ada yang mengurus, sedangkan aku ada anak dan istri yang kelak merawatku”. Maka sang kakak pun bergegas mengambil satu karung dari lumbungnya dan mengantarkan dengan diam-diam ke lumbung milik sang adik.

Kejadian in iterjadi bertahun-tahun. Dalam benak mereka ada tanda Tanya, kenapa lumbung padi mereka seperti tak berkurang meski telah menguranginya setiap kali panen?

Hingga disuatu malam yang lengang setelah panen, mereka berdua bertemu ditengah jalan. Masing-masing mereka menggotong satu karung padi. Tanda tanya dalam benak mereka terjawab sudah, seketika mereka saling memeluk erat, mereka sungguh terharu menyadari betapa mereka saling menyayangi.

Beginilah seharusnya kita bersaudara. Harta tidak menjadi pemicu permusuhan melainkan menjadi perekat yang teramat kuat diantara saudara. Allah telah menanamkan cinta pada hati mereka yang mau lelah memikirkan nasib saudara-saudara mereka. Allah tak akan membiarkan kita kekurangan jika kita selalu berusaha mencukupi kehidupan orang lain. Allah tak akan menyusahkan kita yang selalu berusaha membahagiakan orang lain.
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.

Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat "Ijab dan Qabul". Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, "Yadullahi fawqa aydihim".

Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya "Mitsaqun ghalizha" atau perjanjian Allah yang berat. Seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai "Mitsaqun ghalizha". Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Pernikahan adalah kehidupan yang tidak ringan untuk dijalani. Kekecewan, kemarahan, kesedihan mengiringi gelak tawa bersama suami tercinta. Tak jarang kita harus menjalani episode mengorbankan perasaan demi membahagiakan suami. Alangkah ruginya jika semua jerih payah itu tidak membuat kita semakin bertaqwa dan meraih kedudukan yang tinggi di hadapan Allah ta’ala. Terlebih lagi jika justru pernikahan itu yang membuat kita terseret ke neraka. Naudzubillah…
Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template